|
@Serambi |
BANDA ACEH - Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HIMAPOL) FISIP Unsyiah bekerjasama dengan Barisan Untuk Medaulat Ekonomi (Bumoe) Aceh menyelenggarakan diskusi dengan tema "Kek Arun Milik Siapa?" di aula lantai 3 FISIP Unsyiah, beberapa hari lalu. Dari hasil diskusi itu, mahasiswa meminta agar Arun dikembalikan kepada Pemerintah Aceh.
Diskusi ini menghadirkan pemateri Faturrahman Anwar, salah satu anggota percepatan Kawasan Ekonomi Khusus ((KEK) Arun, Haekal Afifa, penggagas Institute Peradaban Aceh (IPA) dan seorang alumni FISIP Unsyiah T Raja Muda Bentara. Diskusi ini dihadiri oleh seluruh Badan Eksekutif Mahasiswa di seluruh Universitas yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar.
Ketua Bidang Polhukam HIMAPOL Unsyiah, T Muhammad Razeki, Rabu (26/4/2017) mengatakan, diskusi ini untuk menjawab reaksi kawan-kawan mahasiswa terkait disahkannya Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun. Pada pasal 5 didalam PP tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan KEK Arun di kelola oleh konsorsium beberapa Perusahaan sementara Pemerintah Aceh hanya sebagai pengusul.
Menurutnya, paska Pilkada Aceh ada satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Aceh dengan bersama-sama bergandengan tangan untuk mengembalikan pengelolaan KEK Arun kepada Pemerintah Aceh.
Pada diskusi tersebut, pemateri memaparkan bagaimana kronologi disahkannya PP Nomor 5 Tahun 2017 tentang KEK Arun. Sebelum disahkannya PP tersebut, telah dilakukan pengusulan oleh Gubernur dr Zaini Abdullah yang akan dikelola oleh Pemerintah Aceh yang telah distujui oleh Presiden pada rapat sebelumnya. Namun, usulan ini kemudian diganti oleh pj Gubernur Aceh Soedarmoe ketika menggantikan Zaini Abdullah yang sedang cuti mengikuti Pilkada.
Dari usulan awal, katanya, berbanding terbalik dengan usulan yang dilakukan oleh pj Gubernur Aceh, pengelolaan dikembalikan kepada konsorsium beberapa Perusahaan yang telah ditetapkan pada PP Nomor 5 Tahun 2017 pasal 5.
Sementara pemateri lainnya melakukan kajian melalui pendekatan sejarah. Salah satu faktor penguatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melawan adalah karena hasil dari ketimpangan ekonomi yang terjadi di sekitar teritori wilayah tersebut. Namun kesadaran masyarakat terkait persoalan KEK Arun juga di pertanyakan.
Faktanya adalah Pemerintah Aceh di jauhkan dari kilang minyak yang ada di sekitar teritori wilayah tersebut. Ini harusnya menjadi persoalan yang sangat urgent dan menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Aceh ke depan.
Salah satu perwakilan BEM Unsyiah, Ambia Samsuri mengatakan bahwa mengembalikan hak pengelolaan KEK Arun kepada Pemerintah Aceh adalah suatu keharusan melalui revisi PP Nomor 5 Tahun 2017 tentang KEK Arun. Banyak kerugian yang akan masyarakat Aceh dapatkan jika KEK Arun tetap dikelola oleh Konsorsium beberapa Perusahaan ditinjau dari segi histori, budaya, dan Ekonomi.
Diskusi di akhiri dengan kesepakatan bersama bahwa PP Nomor 5 Tahun 2017 tentang KEK Arun harus dikembalikan pengelolaannya kepada Pemerintah Aceh. HIMAPOL dan BUMOE Aceh akan terus mengkampanyekan dan terus memberi pemahaman kepada masyarakat Aceh bahwa persoalan KEK Arun ini menjadi persoalan baru yang mesti dituntaskan segera.[]
Sumber : Serambi